"kamu kenapa?" tanya pria itu sambil memegani pipiku. tangannya terasa dingin, menandakan dia khawatir dengan keadaanku.
"aku tidak apa-apa," jawabku seraya tersenyum.
"bohong!" pria itu mulai menunjukan kekesalannya karena aku tak kunjung jujur kepada dirinya. ya, memang itu kebiasaannya. akan selalu marah jika aku ketahuan berbohong.
aku sedikit heran dengan dia. dia begitu khawatir melihatku, padahal kami tidak ada hubungan yang spesial. hanya sebatas teman. ya, teman biasa.
"kamu kenapa?" tanyanya lagi. kali ini dia tidak menunjukan ekspresi kekesalan, tapi wajah pasrah yang berharap aku akan jujur kepadanya.
aku tersenyum, memegang tangannya lembut, "kamu kenapa begitu khawatir?"
pria itu terdiam, lama. sepertinya dia sedang mencari kosakata di dalam otaknya. setelah menemukannya dia berkata, "karena kamu temanku."
ada sedikit perasaan kecewa di dalam hatiku ketika mengetahui jawaban itu. tapi aku mencoba tersenyum kembali dan bertanya lagi untuk memastikan. "teman?"
"iya, teman."
"kalau hanya teman kenapa begitu kamu mengkhawatirkan aku?"
"karena aku orang yang peduli. sudah, jangan mengalihkan pembicaraan. sekarang jawab jujur, apa kamu yang terluka?" dia melihat sekeliling tubuhku untuk melihat luka yang ditanya tadi.
aku menarik napas dalam lalu menggerakkan tanganku ke dada. dia sedikit heran, tidak mengerti dengan maksud perkataanku. aku mulai menjelaskan, "hati ku yang terluka"
"kenapa bisa?" tanyanya heran.
aku tersenyum. "ternyata kamu memang tidak peka, ya. aku terluka karena kamu. karena kamu telah menemukan pendamping hidupmu. mungkin ini saatnya untuk kamu ketahui. aku mencintaimu-dari dulu. aku sudah menunjukan berbagai macam cara, tapi kamu tidak pernah peka. mungkin kamu memang diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang tidak peka."
pria itu terdiam, lalu tertunduk. dengan pelan dia hanya bisa berkata, "maaf."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar